Tiktok, Dulu Diboikot, Kini Diminati

RuangJambi, Yogyakarta – Di awal kemunculannya di Indonesia pada 2017, TikTok  mencuri perhatian pengguna gadget di Tanah Air. Bukan karena fiturnya saja, namun juga konten-konten videonya yang tak jarang menuai kontroversi. Maklum, saat itu masih banyak konten pornografi yang ditayangkan oleh aplikasi besutan ByteDance tersebut. Tak hanya itu jika dilihat kembali masih banyak konten yang kurang berfaedah sehingga Tiktok mendapatkan citra yang sangat buruk. Maka, tidak mengherankan jika tahun lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sempat memblokir TikTok karena dianggap meresahkan masyarakat.

Tahun 2018, dunia internet Indonesia dihebohkan dengan aplikasi baru bernama TikTok. Bermodal desain aplikasi yang mudah digunakan dan filter beragam, TikTok yang resmi diluncurkan pada September 2017 ini menghadirkan jejaring sosial baru dengan format video berdurasi 15-60 detik. Aplikasi ini pun tak membutuhkan waktu lama untuk digandrungi, sampai akhirnya menjadi medium kegemaran anak-anak remaja tanah air untuk mengekspresikan diri mereka.

Kini, TikTok bertransformasi menjadi sebuah aplikasi video yang digemari oleh kalangan yang lebih luas, seiring dengan “wajah” baru yang diusungnya saat ini. Tak hanya dari kalangan milenial, sejumlah selebriti, pejabat negara, hingga Kominfo pun punya akun TikTok sendiri. Lantas, mengapa hal itu bisa terjadi?

Donny Eryastha selaku Head of Public Policy Indonesia, Malaysia, and Filipina mengatakan bahwa kesuksesan tersebut dipengaruhi banyak faktor. “Harus diakui, dulu kita kurang berkomunikasi dengan pemerintah. Tapi sekarang, kita sudah menjalin hubungan yang baik. Bahkan, Kominfo juga punya akun (TikTok),” terang Donny di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa (11/2/2020). Terkait konten pornografi yang sempat beredar di TikTok beberapa tahun lalu, ia menegaskan bahwa hal tersebut kini sudah bisa diberantas. Makanya, Kominfo sudah membuka kembali aplikasi ini.

Donny menuturkan, pihak internal TikTok juga sudah membuat algoritma tertentu pada machine learning yang bisa secara otomatis memblokir konten-konten negatif. “Machine learning kita sudah diperbarui. Itu akan memblokir otomatis konten negatif. Selain itu, kita juga ada tim pengawas yang akan mereview semua konten yang diunggah,” tandasnya.

Layaknya kehidupan seperti roda yang selalu berputar. Kadang kita berada di atas dan kadang dibawah. Itulah yang terjadi oleh Tiktok, Aplikasi yang dulu dgandrungi bahkan di cap aplikasi Haram oleh beberapa oknum, namun sekarang menjadi aplikasi yang sangat diminati oleh seluruh masyarakat di muka bumi. Bahkan para da’i muda atau sepuh sudah beralih dakwahnya menggunakan aplikasi Tiktok yang sangat mudah diterima oleh anak muda.

Fitur yang disediakan oleh TikTok, sangat memudahkan para penggunanya. Bahkan diera pandemi ini, Fenomena TikTok yang banyak digemari masyarakat ini bukanlah sesuatu hal yang aneh. Sebab TikTok dengan berbagai fiturnya memang menawarkan hal yang berbeda dan menarik jika dibandingkan dengan instagram atau facebook. Instagram dan facebook dalam postingannya dapat menawarkan banyak hal yang dapat di unggah, seperti foto, status teks atau juga video. Berbeda dengan aplikasi yang satu ini, tiktok hanya dapat mengunggah dalam bentuk format video. Video yang dapat diunggah pun memiliki durasi waktu yang terbatas, yaitu hanya 15 detik atau 60 detik. Hal itulah yang menjadi kelebihan dan daya tarik dari tiktok, sehingga banyak digemari oleh para penggunannya. Selain memberikan perbedaan dari pilihan file yang dapat diunggah, tiktok juga memiliki daya tarik lain, yaitu kreativitas dalam unggahan videonya.

Tuntutan untuk bisa menggunakan kreativitas, itulah yang memicu aplikasi tiktok ini banyak digemari, terutama generasi milenial. Sebab, selain karakteristik yang aktif, milenial juga memiliki karakteristik yang kreatif dan inovatif. Adanya kesamaan itu, maka mereka, para milenial akan menggunakan berbagai cara dan metode untuk dapat menuangkan ide kreativitasnya dalam membuat konten. Selain itu, keterbatasan waktu yang singkat pada aplikasi tiktok ini juga semakin menantang mereka. Di waktu yang singkat itu, mereka di tantang untuk dapat menyuguhkan konten video yang menarik namun juga dapat membuat para penontonnya terhibur. Hal tersebut juga sesuai dengan karakteristik milenial yang suka dengan tantangan. Oleh karena itu,  banyak hasil menyebutkan bahwa dari sekian pengguna TikTok, generasi milenial paling mendominasi.

Jika awalnya TikTok dikenal dengan unggahan video yang hanya untuk senang-senang atau menghibur, kini berbagai macam ide konten dapat di temukan. Mulai dari konten yang mengedukasi, konten tutorial memasak dan konten yang menghibur atau konten yang lainnya dapat ditemukan di dalamnya. Membahas mengenai salah satu ide konten yang menarik yaitu konten yang mengedukasi, aplikasi yang sebelumnya pernah di blokir oleh Kominfo karena dianggap memberikan dampak buruk pada anak-anak (CNN Indonesia, 2018),  kini aplikasi tiktok justru sering menjadi tempat untuk belajar (Annur, 2020).

Banyak dari para pengguna TikTok yang tidak hanya sekedar membagikan postingan yang menyenangkan, tapi mereka juga membagikan beberapa hal yang bermanfaat bagi para penontonnya. Misalnya saja terdapat akun yang membagikan video tutorial decorasi kamar yang aesthetic. Ada juga akun yang unggahannya adalah memberikan edukasi kepada penonton untuk belajar bahasa  Inggris atau Ngaji Online. Varian lain juga dapat ditemukan di berbagai akun, mulai dari tutorial make up, belajar menari, belajar menghitung dan bahkan berdakwah sekalipun.

Kembali lagi, TikTok hanyalah sebuah platform aplikasi yang dibuat oleh penciptanya. Tujuan dibuatnya pun masyarakat tidak akan mengerti. Jadi, mengenai kontra keamanan dan di nilai buruk sebenarnya Kembali lagi kepada pengguna. Jika pengguna dapat mengontrol diri dalam penggunaan dan menjaga keamanan data yang diberikan, maka sebenarnya aplikasi TikTok  masih dapat menjadi destinasi. Karena media sosial atau sebuah platform aplikasi dapat berguna menjadi inspirasi dan tempat untuk menimba ilmu jika pengguna dapat menggunakannya secara tepat dan bijak. Jadi sebagai pengguna, sebagai generasi milenial yang sangat menggemari dan mengikuti perkembangan aplikasi, diharapkan dapat menjadi pengguna yang bijak.

 

Penulis: Neng Ayu Saadah S.Sos, Mahasiswi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *